JAKARTA - Musim kemarau yang biasanya menjadi periode panen subur bagi petani tembakau di Lumajang tahun ini justru berbalik menjadi tantangan besar. Hujan deras yang terus mengguyur sejak beberapa pekan terakhir membuat daun tembakau layu dan busuk sebelum waktunya, memaksa para petani melakukan panen dini dengan kualitas yang jauh di bawah standar.
Samsul Arifin, petani dari Desa Mangunsari, Kecamatan Tekung, menyatakan hampir setengah dari lahan tembakau seluas 1,5 hektare miliknya rusak parah akibat terendam air. Daun tembakau yang seharusnya siap dikeringkan pada usia 70 hari kini harus dipanen saat berusia 50 hari. Akibatnya, kualitas daun menurun drastis. “Normalnya usia 70 hari itu waktunya panen. Namun, karena rusak seperti ini, usia 50 hari harus dipanen,” ungkap Samsul.
Heri, petani dari Desa Wonosari, Kecamatan Tekung, mengalami nasib serupa. Lahan kelompok masyarakat (pokmas) tembakau di desanya seluas 1 hektare rusak karena curah hujan tinggi. Ia menaksir kerugian mencapai Rp 50 juta. “Tembakau di sini banyak yang rusak karena curah hujan tinggi. Tanaman jadi terlalu basah dan layu,” ujarnya.
Kerugian akibat panen dini tidak hanya dirasakan dari sisi materi, tetapi juga memengaruhi tenaga, waktu, dan perencanaan usaha. Sejak awal musim, para petani telah menyiapkan lahan, menaburkan pupuk, dan merawat tanaman dengan harapan panen maksimal. Namun, cuaca yang tidak bersahabat menggagalkan semua rencana tersebut. Samsul menambahkan, “Petani sangat bergantung pada cuaca. Kalau musimnya tidak menentu seperti sekarang, kami hanya bisa pasrah.”
Akibat panen dini, harga jual tembakau pun menurun. Daun yang biasanya bisa dijual dengan harga tinggi kini laku jauh di bawah standar kemitraan dengan perusahaan tembakau. Samsul menegaskan, modal yang sudah dikeluarkan untuk perawatan dan pupuk menjadi sia-sia karena kualitas daun yang menurun. “Kalau kualitasnya sudah jelek, harganya jatuh. Modal sudah keluar banyak, tetapi hasilnya tidak sebanding,” keluhnya.
Fenomena ini menjadi peringatan bagi petani di seluruh Lumajang. Musim kemarau yang seharusnya menjadi waktu ideal menanam tembakau, kali ini menghadirkan risiko tinggi akibat hujan deras yang tidak biasa terjadi pada periode tersebut. Hujan yang mengguyur tidak hanya merusak daun, tetapi juga membusukkan akar tanaman yang terendam air, mengancam kelangsungan usaha petani.
Meski menghadapi tantangan besar, sebagian petani tetap berusaha memaksimalkan hasil panen, walau dengan kualitas yang menurun. Beberapa kelompok tani mencoba mengeringkan daun secara cepat untuk meminimalisir kerusakan lebih lanjut. Namun, langkah ini sering kali tidak mampu menyelamatkan seluruh lahan yang terendam air.
Kerugian akibat cuaca ini juga berdampak pada rantai pasok tembakau di Lumajang. Perusahaan pengolahan tembakau pun harus menyesuaikan pembelian dan kualitas daun dari petani. Situasi ini mencerminkan pentingnya sistem mitigasi risiko bagi petani, termasuk peringatan dini cuaca dan teknologi pengeringan yang lebih efisien.
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran bagi masa depan petani tembakau di Lumajang. Jika pola cuaca ekstrem seperti hujan deras di tengah kemarau terus terjadi, potensi kerugian akan meningkat, memengaruhi pendapatan dan keberlangsungan usaha petani. Pemerintah daerah dan kelompok tani pun perlu mempertimbangkan strategi adaptasi untuk menghadapi perubahan iklim yang tak terduga.
“Seharusnya kemarau menjadi momen ideal untuk panen tembakau, tetapi tahun ini berbeda. Hujan deras mengubah segalanya, dan kami harus menanggung kerugian besar,” ujar Heri. Ia berharap ada dukungan tambahan dari pemerintah dan pihak terkait agar kerugian yang ditanggung petani dapat diminimalisir.
Kejadian ini menjadi pengingat bahwa ketergantungan petani pada kondisi cuaca alami sangat tinggi. Perubahan iklim dan pola hujan yang tidak menentu menuntut adanya inovasi dan solusi mitigasi risiko yang lebih canggih, termasuk sistem irigasi yang bisa mengantisipasi kelebihan air dan teknologi pengeringan daun tembakau yang lebih efisien.
Meski panen dini mengurangi potensi keuntungan, beberapa petani tetap optimistis dan berusaha bangkit. Mereka berharap cuaca akan kembali stabil pada musim tanam berikutnya agar kualitas tembakau kembali maksimal. “Kami hanya bisa bersabar dan menyesuaikan dengan kondisi,” tambah Samsul.
Fenomena hujan deras di tengah kemarau yang memaksa panen dini ini bukan hanya masalah lokal, tetapi juga menjadi peringatan bagi sektor pertanian secara luas. Penting bagi petani, pemerintah, dan pemangku kepentingan industri tembakau untuk memperkuat strategi adaptasi dan mitigasi risiko agar kerugian serupa tidak berulang di masa mendatang.