Menteri Kehutanan Percepat Penetapan Hutan Adat Lewat Tim Khusus
- Selasa, 16 September 2025

JAKARTA - Pengakuan dan perlindungan terhadap hutan adat semakin mendesak, terutama mengingat peran masyarakat adat yang selama ini terbukti mampu menjaga kelestarian hutan. Pemerintah melalui Kementerian Kehutanan berupaya mempercepat kepastian hukum terhadap pengelolaan hutan adat agar lebih kuat dan inklusif.
Langkah konkret terbaru datang dari Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni yang membentuk tim kerja percepatan penetapan hutan adat. Tim ini dilibatkan untuk mempercepat proses pengakuan wilayah adat sekaligus memperkuat posisi masyarakat hukum adat (MHA) dalam menjaga hutan di Indonesia.
“Saya baru membentuk satu tim kerja percepatan penetapan hutan adat,” ujar Raja Juli saat ditemui di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, 15 September 2025.
Baca Juga
Kolaborasi Akademisi dan LSM
Tim kerja yang dibentuk bersifat inklusif karena melibatkan akademisi dari berbagai perguruan tinggi ternama, antara lain Universitas Gadjah Mada, Institut Teknologi Bandung, dan Universitas Cenderawasih. Selain itu, Kementerian Kehutanan juga menggandeng lembaga swadaya masyarakat, seperti WALHI, agar pengawalan kepastian hukum hutan adat berjalan transparan dan partisipatif.
Langkah ini diharapkan menjadi sinergi antara pemerintah, dunia akademik, dan masyarakat sipil untuk memperkuat tata kelola hutan berbasis adat.
Capaian dan Potensi Hutan Adat
Raja Juli menyampaikan, sejak 2016 hingga 2024, pemerintah telah menetapkan sekitar 322 ribu hektare sebagai hutan adat. Namun, angka tersebut masih relatif kecil dibandingkan potensi yang ada.
“Ada sekitar 1,4 juta hektare potensi hutan adat Indonesia. Saya berharap kepastian hukum hutan adat ini bisa berjalan dengan cepat karena saya percaya masyarakat adat yang mampu menjaga hutan dengan baik,” ucapnya.
Dengan potensi seluas itu, percepatan penetapan hutan adat menjadi kunci untuk memastikan keberlanjutan ekosistem dan pengakuan hak masyarakat adat atas wilayah kelola mereka.
Definisi Baru dalam Revisi UU Kehutanan
Sebagai bagian dari pembaruan regulasi, Kementerian Kehutanan mengusulkan definisi status hutan menjadi tiga kategori: hutan negara, hutan adat, dan hutan hak. Dalam revisi Undang-Undang Kehutanan, kawasan hutan hanya dibagi menjadi hutan negara dan hutan adat.
Direktur Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial, Julmansyah, menjelaskan bahwa penyederhanaan definisi ini bertujuan memperkuat registrasi hutan adat yang dikelola oleh masyarakat hukum adat.
“Penyederhanaan pengakuan masyarakat hukum adat juga menjadi bagian penting dari usulan Kemenhut seperti yang tertera di Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan,” ujar Julmansyah
Penyederhanaan Mekanisme di Daerah
Julmansyah menambahkan, usulan ini juga akan mempermudah mekanisme di tingkat daerah. Surat keputusan (SK) atau perda umum di kabupaten dapat dijadikan dasar pengaturan, sementara tata cara identifikasi masyarakat hukum adat cukup ditetapkan melalui SK Bupati.
“Usulan ini juga memuat mengenai peran Kemenhut yang dapat memfasilitasi proses-proses pemetaan di wilayah adat, terutama yang berada di hutan negara,” jelasnya.
Dengan sistem yang lebih sederhana, diharapkan masyarakat adat dapat memperoleh pengakuan hukum lebih cepat tanpa terhambat birokrasi panjang.
Dorongan dari Masyarakat Sipil
Sementara itu, Forest Watch Indonesia (FWI) menilai revisi Undang-Undang Kehutanan (RUUK) harus menjadi momentum untuk mengubah paradigma pengelolaan hutan nasional.
Alih-alih menempatkan hutan sebagai komoditas, FWI mendorong negara untuk mengakui hak masyarakat adat dan penduduk lokal sebagai penjaga hutan yang sah.
“UU Kehutanan harus berubah secara total karena sudah tidak relevan dengan tantangan kerusakan hutan yang mencapai rata-rata 689 ribu hektare per tahun,” kata Juru Kampanye FWI, Anggi Putra Prayoga, dalam keterangan tertulis, 10 Juni lalu.
Menurut Anggi, tanpa perubahan mendasar, Indonesia berisiko gagal mencapai target pengurangan emisi di sektor Forestry and Other Land Use (FoLU).
Harapan Percepatan Penetapan
Langkah pembentukan tim percepatan ini diharapkan menjadi jawaban atas lambannya proses pengakuan hutan adat selama ini. Dengan dukungan akademisi, organisasi masyarakat sipil, serta regulasi yang lebih sederhana, hutan adat bisa mendapatkan payung hukum lebih kuat.
Di sisi lain, pengakuan hutan adat bukan hanya soal legalitas, melainkan juga soal keberlanjutan lingkungan, kedaulatan masyarakat adat, serta pencapaian target iklim Indonesia.
Bila seluruh elemen dapat bekerja bersama, percepatan penetapan hutan adat dapat menjadi tonggak penting dalam mewujudkan tata kelola hutan yang adil, lestari, dan berkelanjutan.

Mazroh Atul Jannah
idxcarbon adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Popularitas Pilates di Kalangan Gen Z, Bermanfaat bagi Kesehatan
- Selasa, 16 September 2025
Berita Lainnya
Progres Terkini Proyek Tol Probolinggo-Banyuwangi di Ujung Timur Jawa
- Selasa, 16 September 2025
Program Kerja Presiden Prabowo Dorong Penyerapan Lapangan Kerja Nasional
- Selasa, 16 September 2025
Korlantas Polri Gelar Doa Bersama Peringati Hari Lalu Lintas Bhayangkara ke-70
- Selasa, 16 September 2025
Terpopuler
1.
Harga BBM Stabil Pekan Ketiga September 2025, Konsumen Waspada
- 16 September 2025
2.
PGAS Percepat Perluasan Jaringan Gas Bumi Rumah Tangga
- 16 September 2025
3.
BMKG Ingatkan Cuaca Ekstrem, 8 Wilayah Terancam Hujan Lebat
- 16 September 2025
4.
Harga Resmi Mobil Listrik GAC AION UT 2025 Mulai Rp325 Juta
- 16 September 2025
5.
Cara Cek Status Bansos PKH September 2025 Secara Online
- 16 September 2025